Sabtu, 25 Maret 2017











 







TUGAS PENDIDIKAN KEWARGA NEGARAAN
MUHAMMAD RIDWAN NAWAWI
24315747
KELAS 2TB04






Pendahuluan
Berita tentang Muslim Rohingya timbul menyusul konflik sektarian yang terjadiantara etnis Rohingya yang sebagian besar adalah Muslim dan etnis Rakhine yangmayoritas merupakan penganut Buddha. Penyebab konflik itu sendiri tak begitu jelas. Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa kerusuhan itu merupakan buntut salah satu peristiwa perampokan dan pemerkosaan terhadap perempuan Rakhine bernama Ma ThidaHtwe pada 28 Mei 2012. Kepolisian Myanmar sebenarnya telah menahan danmemenjarakan 3 orang tersangka pelaku yang kebetulan dua di antaranya adalah etnisRohingya. Namun, tindakan itu ternyata tak cukup mencegah terjadinya kerusuhan dinegara bagian Rakhine yang terletak di bagian barat Myanmar itu. Pada tanggal 4 Juni,terjadi penyerangan terhadap bus yang diduga ditumpangi pelaku pemerkosaan dankerabatnya. Tercatat 10 orang Muslim Rohingya tewas. Sejak itu, kerusuhan rasial diRakhine pun meluas.Sebenarnya konflik antara etnis Rohingya dan Rakhine kerap terjadi sejak puluhantahun silam. Apa sebenarnya akar masalahnya? Salah satu akar konflik menahun itu adalahstatus etnis minoritas Rohingya yang masih dianggap imigran ilegal di Myanmar.Pemerintah Myanmar tak mengakui dan tak memberi status kewarganegaraan kepadamereka. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan, etnis Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul
terabaikan dan terpinggirkan. Maurice Duverger menjelaskan bahwa dalam setiapkelompok masyarakat senantiasa diwarnai oleh konflik dan integrasi secara fluktuatif.Konflik berubah menjadi integrasi apabila terjadi kompromi yang didasari oleh rasakeadilan.
 Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya karenamenganggap kelompok Muslim ini bukan merupakan kelompok etnis yang sudah ada diMyanmar sebelum kemerdekaan Myanmar pada 1948. Hal itu ditegaskan kembali olehPresiden Myanmar, Thein Sein, dalam
 Al Jazeera
, 29 Juli 2012 bahwa Myanmar tak mungkin memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang dianggapimigran gelap dan pelintas batas dari Bangladesh itu
.
Akar konflik yang lain adalah adanya kecemburuan terhadap etnis Rohingya.Populasi etnis Muslim Rohingya dalam beberapa dasawarsa ini terus meningkat. Tentusaja, hal ini menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan pada etnis mayoritas Rakhine.Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya pun sangat mungkin dianggap “kerikil dalamsepatu”, yakni sesuatu yang terus mengganggu. Keberadaan etnis Rohingya dianggapmengurangi hak atas lahan dan ekonomi, khususnya di wilayah Arakan, Rakhine yangmenjadi pusat kehidupan etnis Muslim ini.Dari aspek tertentu Rohingya tidak tepat disebut “etnis” karena kata itu merupakanlabel politis yang digunakan untuk memperjuangkan keberadaan kelompok tersebut diMyanmar. Beberapa sejarawan Myanmar mengatakan bahwa nama Rohingya baru muncul pada tahun 1950-an, setelah kemerdekaan Myanmar. Lalu, siapa sebenarnya mereka?Dalam catatan PBB, Rohingya hanya disebut sebagai penduduk Muslim yangtinggal di Arakan, Rakhine, Myanmar. Dari sudut kebahasaan, bahasa yang diklaimsebagai bahasa Rohingya sebenarnya termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo-Eropa,khususnya kerabat bahasa Indo-Arya. Lebih detail lagi, bahasa Rohingya dikategorikansebagai bahasa-bahasa Chittagonia yang dituturkan oleh masyarakat di bagian tenggaraBangladesh. Sementara itu, kebanyakan bahasa di Myanmar tergolong rumpun Tai Kadal,Austroasiatik, atau Sino-Tibetan. Jadi, jelas bahwa kelompok etnis Rohingya merupakanketurunan etnis Bengali, khususnya sub-etnis Chittagonia yang tinggal di Bangladeshtenggara.
Kemunculan pemukiman Muslim di Arakan sebagai cikal bakal kelompok Rohingya terlacak sejak zaman Kerajaan Mrauk U, khususnya pada zaman Raja
  Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar 
 Narameikhla (1430-1434). Setelah dibuang ke Bengal, Narameikhla lalu menguasaikembali Mrauk U berkat bantuan Sultan Bengal. Seiring dengan berkuasanya Narameikhla,masuk pula penduduk Muslim dari Bengal ke wilayah Arakan, Rakhine. Dalam perkembangannya, jumlah pemukim Muslim dari Bengal terus bertambah, terutama ketikaInggris menguasai Rakhine. Karena kurangnya populasi di Rakhine, Inggris memasukkan banyak orang Bengali ke Rakhine untuk bekerja sebagai petani. Oleh karena itu, sampaisaat ini pula, kebanyakan orang Rohingya bekerja di sektor agraris.Ketika Inggris melakukan sensus penduduk pada 1911, pemukim Muslim diArakan sudah berjumlah 58 ribu orang. Jumlah itu terus bertambah pada tahun 1920-anketika Inggris menutup perbatasan India, sehingga orang Bengali memilih masuk keRakhine. Sejak tahun-tahun ini pulalah mulai timbul konflik dengan penduduk lokal yangmayoritas merupakan penganut Buddha. Bertambahnya jumlah penduduk migrantmembuat penduduk lokal khawatir.
Keberadaan Etnis Rohingya di Myanmar
Apakah istilah Rohingya baru muncul pada tahun 1950-an? Sejarawan Jacques P.Leider mengatakan bahwa pada abad ke-18 ada catatan seorang Inggris yang bernamaFrancis Buchanan-Hamilton yang sudah menyebutkan adanya masyarakat Muslim diArakan. Mereka menyebut diri mereka “Rooinga”. Ada yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari kata
"rahma" 
(rahmat) dalam bahasa Arab atau
"rogha" 
(perdamaian) dalam bahasa Pashtun. Selain itu, ada pula yang mengaitkannya dengan wilayah Ruha diAfghanistan yang dianggap sebagai tempat asal Rohingya.Dengan demikian, lepas dari apakah Rohingya merupakan sebuah etnis atau tidak,dan apakah termasuk ke dalam etnisitas Myanmar atau tidak, sudah jelas bahwa Rohingyamerupakan komunitas migrant dari Bangladesh yang sudah ratusan tahun tinggal diArakan, Rakhine, Myanmar. Sebagai komunitas yang sudah lama menetap di sebuahwilayah yang kebetulan kini menjadi bagian dari negara Myanmar, tentu saja sudahselayaknya mereka mendapatkan hak-hak dasar mereka, terutama status kewarganegaraan.Meskipun demikian, sikap pemerintah Myanmar sudah jelas seperti yang disampaikanThein Sein bahwa Myanmar tak mungkin memberikan kewarganegaraan kepada Rohingya. Namun, Myanmar menawarkan solusi berupa pengiriman ribuan orang Rohingya ke negara lain atau tetap tinggal di Arakan, tetapi berada di bawah pengawasan PBB. Jadi kelihatannya etnis Rohingya masih belum bisa bernapas lega sampai beberapa tahunmendatang.Muslim Rohingya berjumlah 20% dari total penduduk Myanmar yang berjumlah 55 juta jiwa. Mereka menempati provinsi Arakan. Provinsi ini menjadi bagian dari negeriMuslim sejak abad ke-7 M di bawah kepemimpinan Harun ar-Rasyid. Sepanjang tahun1430-1784 M, kaum Muslim memimpin negeri ini. Tahun-tahun setelahnya, raja Burmamenduduki wilayah Arakan. Sejak saat itulah bumi Arakan yang damai berubah menjadimencekam. Pembunuhan-pembunuhan terhadap Muslim Rohingya dilakukan, harta bendakaum Muslim dihancurkan dan mereka dikirim ke penjara-penjara.Pada tahun 1842 M, Inggris menduduki wilayah ini dan memasukkan Arakan di bawah negara persemakmuran Inggris-India. Pada tahun 1937 M Inggris menggabungkankembali Arakan dengan negeri Budha. Supaya Muslim terkuasai, umat Budha diprovokasiuntuk menindas Muslim Rohingya. Pada tahun itu, Inggris mempersenjatai Budha. Tahun1942 penyerangan-pernyerangan terhadap Muslim Rohingya dilakukan kembali.Tahun 1948 Burma merdeka dan Arakan dengan Muslim Rohingyanya tetapmenjadi bagian dari negaranya. Tahun 1962 Burma dikuasai oleh Junta Militer yangcondong pada komunis China-Rusia. Junta Militer berambisi menghabisi MuslimRohingya. Tiga ratus ribu Muslim Rohingya diusir ke Bangladesh. Sedangkan tahun 1978lebih dari setengah juta Muslim Rohingya kembali diusir dari Burma.Sebenarnya, pernyataan mereka bukan etnis asli Myanmar sebagai legitimasidilakukannya penindasan terhadapnya adalah tidak masuk akal. Itu tidak lain hanyalah permainan opini dengan menyelipkan kebenaran fakta. Rohingya bukan bagian dari etnisBurma adalah benar, tetapi Rohingya bukan bagian dari negara Myanmar adalah salahtotal. Karena mereka sudah menempati wilayah yang menjadi bagian dari Myanmar jauhhari sebelum Myanmar merdeka. Lantas, mengapa penindasan terhadap Rohingya ini terus berlanjut di bawah bayang-bayang ketidakrasionalan tindakan?.
Faktor Penyebab Konflik Rohingya
Berikut ini adalah faktor-faktor kronologis penyebab konflik Rohingya dari suratkabar Myanmar dan dari beberapa media internasional. Surat kabar The New Light of Myanmar edisi 4 Juni 2012 2, melaporkan satu berita mengenai pemerkosaan dan pembunuhan seorang

gadis oleh tiga orang pemuda:
 
Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar 



Pertama, pada tanggal 4 Juni, terjadi insiden pemerkosaan dan pembunuhan, dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe,seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari perkampunganThabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal.Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menujuKyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 17:15.Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U WinMaung, saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum AcaraPidana pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi binAkwechay (Bengali/ Muslim).Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-harikorban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk menikahiseorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai korban.Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempatkejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian,ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa danditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yangdikenakan korban.Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada paratersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ketahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15. Pada pukul 13:20 hari yang sama,sekitar 100 warga dari Rakhine Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw danmenuntut agar tiga orang pelaku pembunuh diserahkan kepada mereka namun dijelaskanoleh pihak kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke tahanan. Massa yang mendatangikepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk kantor polisi. Polisi terpaksaharus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan mereka. Pada pukul 13:50 100warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan diikuti oleh pihak kepolisianuntuk mencegah terjadi keributan. Pukul 16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan kelihatannya etnis Rohingya masih belum bisa bernapas lega sampai beberapa tahunmendatang.Muslim Rohingya berjumlah 20% dari total penduduk Myanmar yang berjumlah 55 juta jiwa. Mereka menempati provinsi Arakan. Provinsi ini menjadi bagian dari negeriMuslim sejak abad ke-7 M di bawah kepemimpinan Harun ar-Rasyid. Sepanjang tahun1430-1784 M, kaum Muslim memimpin negeri ini. Tahun-tahun setelahnya, raja Burmamenduduki wilayah Arakan. Sejak saat itulah bumi Arakan yang damai berubah menjadimencekam. Pembunuhan-pembunuhan terhadap Muslim Rohingya dilakukan, harta bendakaum Muslim dihancurkan dan mereka dikirim ke penjara-penjara.Pada tahun 1842 M, Inggris menduduki wilayah ini dan memasukkan Arakan di bawah negara persemakmuran Inggris-India. Pada tahun 1937 M Inggris menggabungkankembali Arakan dengan negeri Budha. Supaya Muslim terkuasai, umat Budha diprovokasiuntuk menindas Muslim Rohingya. Pada tahun itu, Inggris mempersenjatai Budha. Tahun1942 penyerangan-pernyerangan terhadap Muslim Rohingya dilakukan kembali.Tahun 1948 Burma merdeka dan Arakan dengan Muslim Rohingyanya tetapmenjadi bagian dari negaranya. Tahun 1962 Burma dikuasai oleh Junta Militer yangcondong pada komunis China-Rusia. Junta Militer berambisi menghabisi MuslimRohingya. Tiga ratus ribu Muslim Rohingya diusir ke Bangladesh. Sedangkan tahun 1978lebih dari setengah juta Muslim Rohingya kembali diusir dari Burma.Sebenarnya, pernyataan mereka bukan etnis asli Myanmar sebagai legitimasidilakukannya penindasan terhadapnya adalah tidak masuk akal. Itu tidak lain hanyalah permainan opini dengan menyelipkan kebenaran fakta. Rohingya bukan bagian dari etnisBurma adalah benar, tetapi Rohingya bukan bagian dari negara Myanmar adalah salahtotal. Karena mereka sudah menempati wilayah yang menjadi bagian dari Myanmar jauhhari sebelum Myanmar merdeka. Lantas, mengapa penindasan terhadap Rohingya ini terus berlanjut di bawah bayang-bayang ketidakrasionalan tindakan?.
Faktor Penyebab Konflik Rohingya
Berikut ini adalah faktor-faktor kronologis penyebab konflik Rohingya dari suratkabar Myanmar dan dari beberapa media internasional. Surat kabar The New Light of Myanmar edisi 4 Juni 2012 2, melaporkan satu berita mengenai pemerkosaan dan pembunuhan seorang
 gadis oleh tiga orang pemuda:
  Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar 
Pertama, pada tanggal 4 Juni, terjadi insiden pemerkosaan dan pembunuhan, dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe,seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari perkampunganThabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal.Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menujuKyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 17:15.Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U WinMaung, saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum AcaraPidana pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi binAkwechay (Bengali/ Muslim).Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-harikorban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk menikahiseorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai korban.Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempatkejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian,ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa danditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yangdikenakan korban.Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada paratersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ketahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15. Pada pukul 13:20 hari yang sama,sekitar 100 warga dari Rakhine Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw danmenuntut agar tiga orang pelaku pembunuh diserahkan kepada mereka namun dijelaskanoleh pihak kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke tahanan. Massa yang mendatangikepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk kantor polisi. Polisi terpaksaharus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan mereka. Pada pukul 13:50 100warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan diikuti oleh pihak kepolisianuntuk mencegah terjadi keributan. Pukul 16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan Kepentingan Barat
 Ada kesamaan pandangan antara Aung San Suu Kyi dan Barat, dalam hal iniAmerika Serikat dan sekutunya. Keduanya sama-sama memperjuangkan HAM,Kebebasan, dan Demokrasi. Skenario pertama, kehadiran Aung San Suu Kyi yang pernahmengenyam pendidikan di Oxford University ini adalah agen Barat untuk menjalankanDemokrasisasi di Myanmar.Di tulisan ini, makna Demokrasi hanya dibatasi dengan konteks berlakunyaDemokrasi di negara-negara berkembang. Tidak akan disampaikan teori-teori Demokrasimenurut para filsuf maupun ulama dunia. Nyatanya, Demokrasi di negara-negara
Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar 
 berkembang tidak hanya implikasi dari antithesis kediktatoran. Lebih dari itu, Demokrasiadalah wahana transaksi antar pemangku kepentingan dalam wujud duduknya wakil-wakilrakyat di parlemen. Di tulisan ini Demokrasi digambarkan dengan “
 Lupunya proyek gak ?
Gw bawa duit 
”. Setidaknya, itulah yang terjadi di Afganistan, Iraq dan negara-negaralainnya setelah diktator mereka digulingkan, Demokrasi adalah jalan bagi Barat untuk menguasai kekayaan alam yang ada di Myanmar.Agar Demokratisasi Myanmar berjalan mulus, diktator Junta Militer harusdigulingkan. Diperlukan kemampuan dan kekuatan rakyat untuk menggulingkan Junta.Jalan lainnya adalah tekanan internasional terhadap Junta. Yaitu dengan menjadikanRohingya sebagai potensi konflik. Sehingga nantinya Junta Militer mendapat tekanan darimasyarakat internasional bahwa dirinya telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadapkonflik Rohingya. Kekuasaannya harus disudahi.Itikat ini sudah dijalankan. Lanjutan dari isi laporan
Crisis in Arakan State
 menyebutkan usulan-usulan yang bisa dilakukan Barat, dalam hal ini Inggris. KepadaInggris mereka mengusulkan agar Inggris memimpin dunia internasional untuk memastikan bahwa bantuan dapat tersalurkan ke Muslim Rohingya, menghentikan pelanggaran hak asasi manusia dan menangkap pelaku-pelakunya, seta membolehkanorang-orang Rohingya untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Inggris harusmemobilisasi masyarakat Internasional
untuk menekan presiden Thein Sein.Kesimpulannya, konflik Rohingya adalah skenario Barat untuk mendapatkan proyek- proyek strategis Arakan dan Myanmar pada umumnya.
Skenario Kedua

 Bantuan yang diberikan sejumlah negara di dunia hanya berdampak sesaat. Masalah itu tetap muncul.
Islamophobia Kemungkinan Kuat Ada Dibalik Kasus Rohingya ? Isu yang selalu dikumandangkan tentang minoritas Islam akan selalu mengadakan perlawanan terhadap pemerintah serta adanya keterlibatan etnis Rohingya dengan Al Qaeda dan adanya keterkaitan dengan Islam Moro di Philipina, mungkin merupakan picu inspirasi dan bayang ketakutan bagi pemerintahan Myanmar untuk menindas etnis Rohingya. Atau memang propaganda Islamophobia ini sengaja dikembangkan pihak tertentu yang selalu melakukan konspirasi kepada pemerintah Myanmar agar terjadi konflik yang bisa meluas dalam jangka panjang. Standar ganda yang terlihat dari berbagai tokoh HAM dan kepala Negara dibawah pengaruh negara paman Sam, memicu pula kecurigaan kita tentang pembiaran penindasan terhadap etnis Rohingya yang beragama Islam. Seperti salah satu tokoh prodemokrasi dan kemanusian (HAM) di Myanmar Aung San Suu Kyi justru mendukung tindakan biadab yang terjadi di negaranya. Dia juga sebagai pemimpin National League for Democracy (Persatuan Nasional untuk Demokrasi) dan dia juga sangat banyak menerima penghargaan dari aneka lembaga serta organisasi tingkat dunia. Bahkan Direktur Human Rights Watch untuk Asia, Brad Adams, juga menyesalkan sikap Aung San Suu Kyi yang justru tidak mau berbicara soal Rohingya. Terutama saat dia berkunjung ke London, Dublin, Paris, dan Oslo. "Suu Kyi telah melepaskan peluang untuk membangkitkan isu mengenai HAM yang terjadi dinegaranya sendiri," katanya. (voa-islam.com) Pernyataan berstandar ganda yang sangat buram juga disampaikan Presiden SBY yang berbicara tentang Muslim Rohingya. Setelah beberapa kalangan mendesak agar dirinya memberikan pernyataan pers terhadap nasib kaum Muslimin etnis Rohingya di Myanmar, Sabtu (4/8/2012) bertempat di kediaman pribadinya di Cikeas, Jawa Barat, Presiden SBY berbicara persoalan yang menyita perhatian dunia tersebut. Dalam keterangan persnya, SBY menyatakan "tak ada genosida (pembantaian massal) terhadap Muslim Rohingya di Myanmar". Lanjutnya, "Sejauh ini tidak ada genosida," ujarnya. SBY menjelaskan, konflik yang terjadi di Myanmar tersebut serupa dengan peristiwa yang pernah terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. (arrahmah.com). SBY berani berkata demikian adalah setelah adanya reaksi dari AS tentang Rohingya. 13455562641905325464 13455562641905325464 Islamophobia Di Amerika dan Eropa. Ketakutan Yang Tidak Bedasar Serta Takut Kepada Bayangan Sendiri Serta Melanggar HAM (time.com ; gawker.com) Menurut sumber (lensaindonesia.com), Jusuf Kalla (JK) bersama tim PMI berhasil masuk ke lokasi pemukiman Muslim Rohingya di Siwee kota Rakhine. Hal ini rupanya mengagetkan banyak negera-negara Islam dunia dimana dari semua organisasi kemanusaan dunia selalu gagal untuk menembus blokade Junta militer Myanmar. Ternyata JK dan PMI mampu memberi keyakinan kepada pemerintah Myanmar sehingga menjadi misi kemanusiaan pertama yang bisa diizinkan masuk kelokasi pemukiman. Kejadian ini juga mencuatkan nama Indonesia menjadi negara pertama yang mengirimkan bantuan kemanusiaan masuk ke Myanmar. Pernyataan ini disampaikan oleh Vice Chairman Committee for ASEAN Youth Cooperation, KRT Abhiram Singh Yadav, Ahad (12/08/2012) Keberhasilan JK ini, bisa dijadikan pijakan untuk menyelesaikan selanjutnya permasalahan Rohingya ini. Hubungan diplomasi yang baik antara Indonesia dengan Myanmar dan sesama anggota ASEAN dapat memposisikan Indonesia sebagai negara pensolusi konflik. Apalagi Indonesia adalah merupakan negara berpenduduk Islam terbesar didunia serta juga sebagai negara yang telah sukses menjalankan demokrasi dan termasuk ketiga didunia. Atas dasar inilah Indonesia dapat melakukan upaya pensolusi permasalahan Rohingya di Myanmar dan dipastikan pemerintah Junta Militer Myanmar akan menerimanya tentu disertai dengan kemampuan tekanan dari dunia Internasional. Permasalahan Rohingya Juga Sempat Meresahkan Masyarakat Buddha Indonesia. Apabila permasalahan Rohingya tidak cepat ditangani oleh Pemerintah Indonesia, akan dipastikan menjadi picu yang bisa membuat konflik horizontal antar agama Buddha dengan agama Islam di Indonesia. Gejala konflik itu sudah sangat terlihat ketika Pemerintah Daerah Aceh meminta penutupan seluruh Vihara Budha di Banda Aceh. Hal ini dilakukan oleh pemerintah daerah Aceh karena tidak adanya protes keras dan cepat dari komunitas Buddha di Indonesia terhadap kasus Rohingya ini.
Dream - Arus ratusan pengungsi etnis muslim Rohingya yang diselamatkan nelayan Aceh membuktikan, persoalan lama Myanmar belum usai. Bantuan dari berbagai negara dan lembaga non-pemerintah selama ini dianggap hanya berdampak sesaat.
“ Lobi-lobi dan bantuan yang diberikan banyak negara untuk etnis Rohingya itu gagal. Sebab, upaya yang diakukan pemerintah beberapa negara itu tidak menyelesaikan akar masalah,” tegas Ketua Burma Task Force Adnin Armas dalam jumpa pers pembentukan Komite Nasional Solidaritas Rohingya (KNSR), di Jakarta, Selasa, 19 Mei 2015.

Menurut Adnin, selama ini pemerintah negara-negara di dunia, termasuk Indonesia hanya memberikan bantuan pangan, pakaian, sumbangan uang atau pendidikan untuk warga Rohingya. Namun akar permasalahan tak pernah sanggup disentuh.

" Akar masalah mereka adalah rezim militer Myanmar tidak mau mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara," kata Adnin. " Selama rezim militer tidak mengakui mereka sebagai warga negara, maka selamanya pula Rohingya akan menderita."

Adnin menegaskan, satu-satunya jalan yang bisa menyelamatkan Rohingya adalah menekan pemerintah Myanmar mengakui etnis ini sebagai warga negara dan manusia seutuhnya.

" Tanpa ada tekanan, masalah ini tak akan selesai," tegasnya.

Adnin mengatakan, beberapa negara Eropa serta Amerika Serikat sudah menunjukkan sikap penolakan terhadap tindak pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar, dengan mencabut investasi ekonominya di sana. Hal ini bertolak belakang dengan kebijakan yang dibuat Indonesia.

“ Investasi ekonomi Indonesia di Myanmar sangat besar, artinya kita sebenarnya ikut berbahagia atas penderitaan warga etnis Rohingya,” ujar Adnin.

Pemerintah Indonesia, tambah Adnin, semestinya dapat bersikap lebih tegas untuk menekan rezim militer Myanmar. Baginya nilai investasi ekonomi yang besar itu bisa dijadikan senjata untuk mendorong Myanmar untuk mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya dan menghentikan pembantaian terhadap mereka.

Selain itu, menurut Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fitria, Indonesia juga tidak bisa melepas tanggung jawabnya terhadap para pengungsi Rohingya yang sudah tiba di Aceh. Sebab, mereka tak punya pilihan kecuali berasimilasi dengan warga setempat. Namun, tanpa pengakuan kewarganegaraan, tentu saja mereka akan kembali menderita.

“ Indonesia tidak punya payung hukum untuk melindungi para pengungsi,” katanya. Sehingga, jika mereka tetap tinggal di Aceh pun para pengungsi Rohingya akan tetap menjadi warga stateless yang tidak akan mendapat perlindungan dan akses terhadap hak sebagai warga negara.
KESIMPULAN
Permasalahan yang dialami oleh etnis Rohingnya bukanlah masalah yang akan terselesaikan hanya dalam waktu singkat. Melihat histori permasalahan, sudah lama seklai permalahan ini terjadi dan terlihat tidak ada jalan keluarnya. Kekerasan yang dialami dan dirasakan oleh etnis Rohingnya seperti kebijakan “Burmanisasi” dan “Budhanisasi” yang mengeluarkan dan memarjinalkan warga Muslim Rohingya di tanahnya sendiri di Arakan, etnis Rohingya mengalami intoleransi karena mereka muslim dan identitas etnis dan ciri-ciri fisik dan bahasa mereka dianggap berbeda dengan mainstream, rezim militer Thein Sein yang kini berkuasa juga menolak memberikan kewarganegaraan Myanmar pada Rohingya, etnis Rohingya hanya ingin diakui sebagai bagian dari warganegara Myanmar yang berhak untuk hidup bebas dari rasa takut dan kemiskinan, serta kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) yang dialami oleh etnis Rohingya antara lain: pembunuhan massal dan sewenang-wenang, pemerkosaan, penyiksaan, penyitaan tanah dan bangunan, kerja paksa dan perbudakan, relokasi secara paksa, dan pemerasan. Kekerasan-kekerasan tersebut terjadi tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga terhadap anak-anak yang tentunya menimbulkan dampak psikis yang negatif dan trauma berat.
Keadaan yang terus semakin sulit dan tidak adanya keberpihakan terhadap etnis Rohingnya menjadikan etnis Rohingnya dalam situasi yang tidak tertolong dan terlumpuhkan. Etnis Rohingya tidak memiliki ‘teman’ dan tak terlindungi di dalam maupun di luar negara Myanmar. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa pun tidak berbuat banyak terhadap masalah ini. Negara-negara tersebut terlalu percaya kepada Myanmar untuk mengatasi dan menyelesaikan krisis etnis Rohingnya ini. Padahal, hukum Internasional telah mengatur terhadap kelompok minoritas. Namun, dalam permasalahan dan kasus yang dialami oleh etnis Rohingnya ini hukum HAM Internasional seperti tidak berlaku.
Permasalahan etnis Rohingnya harus segera diselesaikan dan diberikan jalan keluar agar tidak ada lagi jatuhnya korban jiwa dan keadilan pun dapat ditegakan. Beberapa solusi yang dapat diajukan sebagai solusi dari permasalahan ini di antarnya: mendesak Pemerintah Myanmar untuk menghentikan pembantaian, kekerasan, dan kejahatan lainnya terhadap muslim Rohingya serta mengakui etnis Rohingnya sebagai warna Negara Myanmar, menjunjung tinggi toleransi, universal, dan keberagaman etnis di Negara Myanmar, dan mendesak PBB untuk segera melakukan intervensi kemanusiaan ke Arakan untuk mencegah lahirnya pembunuhan baru, kekerasan, kerusakan dan perkosaan demi pemeliharaan kedamaian dan keamanan di Myanmar khusunya dan di dunia pada umumnya.





















DAFTAR PUSTAKA