TUGAS PENDIDIKAN KEWARGA NEGARAAN
MUHAMMAD RIDWAN NAWAWI
24315747
KELAS 2TB04
Pendahuluan
Berita tentang Muslim Rohingya timbul menyusul konflik
sektarian yang terjadiantara etnis Rohingya yang sebagian besar adalah Muslim
dan etnis Rakhine yangmayoritas merupakan penganut Buddha. Penyebab konflik itu
sendiri tak begitu jelas. Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa
kerusuhan itu merupakan buntut salah satu peristiwa perampokan dan
pemerkosaan terhadap perempuan Rakhine bernama Ma ThidaHtwe pada 28 Mei 2012.
Kepolisian Myanmar sebenarnya telah menahan danmemenjarakan 3 orang tersangka
pelaku yang kebetulan dua di antaranya adalah etnisRohingya. Namun, tindakan
itu ternyata tak cukup mencegah terjadinya kerusuhan dinegara bagian Rakhine
yang terletak di bagian barat Myanmar itu. Pada tanggal 4 Juni,terjadi
penyerangan terhadap bus yang diduga ditumpangi pelaku pemerkosaan
dankerabatnya. Tercatat 10 orang Muslim Rohingya tewas. Sejak itu, kerusuhan
rasial diRakhine pun meluas.Sebenarnya konflik antara etnis Rohingya dan
Rakhine kerap terjadi sejak puluhantahun silam. Apa sebenarnya akar masalahnya?
Salah satu akar konflik menahun itu adalahstatus etnis minoritas Rohingya yang
masih dianggap imigran ilegal di Myanmar.Pemerintah Myanmar tak mengakui dan
tak memberi status kewarganegaraan kepadamereka. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan,
etnis Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan
bahkan pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul
terabaikan dan terpinggirkan. Maurice Duverger
menjelaskan bahwa dalam setiapkelompok masyarakat senantiasa diwarnai oleh konflik
dan integrasi secara fluktuatif.Konflik berubah menjadi integrasi apabila
terjadi kompromi yang didasari oleh rasakeadilan.
Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan
etnis Rohingya karenamenganggap kelompok Muslim ini bukan merupakan kelompok
etnis yang sudah ada diMyanmar sebelum kemerdekaan Myanmar pada 1948. Hal itu
ditegaskan kembali olehPresiden Myanmar, Thein Sein, dalam
Al Jazeera
, 29 Juli 2012 bahwa Myanmar tak mungkin
memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang dianggapimigran gelap
dan pelintas batas dari Bangladesh itu
.
Akar konflik yang lain adalah adanya kecemburuan
terhadap etnis Rohingya.Populasi etnis Muslim Rohingya dalam beberapa dasawarsa
ini terus meningkat. Tentusaja, hal ini menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan
pada etnis mayoritas Rakhine.Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya pun sangat
mungkin dianggap “kerikil dalamsepatu”, yakni sesuatu yang terus mengganggu.
Keberadaan etnis Rohingya dianggapmengurangi hak atas lahan dan ekonomi,
khususnya di wilayah Arakan, Rakhine yangmenjadi pusat kehidupan etnis Muslim
ini.Dari aspek tertentu Rohingya tidak tepat disebut “etnis” karena kata itu
merupakanlabel politis yang digunakan untuk memperjuangkan keberadaan kelompok
tersebut diMyanmar. Beberapa sejarawan Myanmar mengatakan bahwa nama Rohingya
baru muncul pada tahun 1950-an, setelah kemerdekaan Myanmar. Lalu, siapa
sebenarnya mereka?Dalam catatan PBB, Rohingya hanya disebut sebagai penduduk
Muslim yangtinggal di Arakan, Rakhine, Myanmar. Dari sudut kebahasaan, bahasa
yang diklaimsebagai bahasa Rohingya sebenarnya termasuk ke dalam rumpun bahasa
Indo-Eropa,khususnya kerabat bahasa Indo-Arya. Lebih detail lagi, bahasa
Rohingya dikategorikansebagai bahasa-bahasa Chittagonia yang dituturkan oleh
masyarakat di bagian tenggaraBangladesh. Sementara itu, kebanyakan bahasa di
Myanmar tergolong rumpun Tai Kadal,Austroasiatik, atau Sino-Tibetan. Jadi,
jelas bahwa kelompok etnis Rohingya merupakanketurunan etnis Bengali, khususnya
sub-etnis Chittagonia yang tinggal di Bangladeshtenggara.
Kemunculan pemukiman Muslim di Arakan sebagai cikal
bakal kelompok Rohingya terlacak sejak zaman Kerajaan Mrauk U, khususnya
pada zaman Raja
Konflik Tak
Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar
Narameikhla (1430-1434). Setelah dibuang ke
Bengal, Narameikhla lalu menguasaikembali Mrauk U berkat bantuan Sultan Bengal.
Seiring dengan berkuasanya Narameikhla,masuk pula penduduk Muslim dari Bengal
ke wilayah Arakan, Rakhine. Dalam perkembangannya, jumlah pemukim Muslim
dari Bengal terus bertambah, terutama ketikaInggris menguasai Rakhine. Karena
kurangnya populasi di Rakhine, Inggris memasukkan banyak orang Bengali ke
Rakhine untuk bekerja sebagai petani. Oleh karena itu, sampaisaat ini pula,
kebanyakan orang Rohingya bekerja di sektor agraris.Ketika Inggris melakukan
sensus penduduk pada 1911, pemukim Muslim diArakan sudah berjumlah 58 ribu
orang. Jumlah itu terus bertambah pada tahun 1920-anketika Inggris menutup
perbatasan India, sehingga orang Bengali memilih masuk keRakhine. Sejak
tahun-tahun ini pulalah mulai timbul konflik dengan penduduk lokal
yangmayoritas merupakan penganut Buddha. Bertambahnya jumlah penduduk
migrantmembuat penduduk lokal khawatir.
Keberadaan Etnis Rohingya di Myanmar
Apakah istilah Rohingya baru muncul pada tahun
1950-an? Sejarawan Jacques P.Leider mengatakan bahwa pada abad ke-18 ada
catatan seorang Inggris yang bernamaFrancis Buchanan-Hamilton yang sudah
menyebutkan adanya masyarakat Muslim diArakan. Mereka menyebut diri mereka
“Rooinga”. Ada yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari kata
"rahma"
(rahmat) dalam bahasa Arab atau
"rogha"
(perdamaian)
dalam bahasa Pashtun. Selain itu, ada pula yang mengaitkannya dengan
wilayah Ruha diAfghanistan yang dianggap sebagai tempat asal Rohingya.Dengan
demikian, lepas dari apakah Rohingya merupakan sebuah etnis atau tidak,dan
apakah termasuk ke dalam etnisitas Myanmar atau tidak, sudah jelas bahwa
Rohingyamerupakan komunitas migrant dari Bangladesh yang sudah ratusan tahun
tinggal diArakan, Rakhine, Myanmar. Sebagai komunitas yang sudah lama menetap
di sebuahwilayah yang kebetulan kini menjadi bagian dari negara Myanmar, tentu
saja sudahselayaknya mereka mendapatkan hak-hak dasar mereka, terutama status
kewarganegaraan.Meskipun demikian, sikap pemerintah Myanmar sudah jelas seperti
yang disampaikanThein Sein bahwa Myanmar tak mungkin memberikan kewarganegaraan
kepada Rohingya. Namun, Myanmar menawarkan solusi berupa pengiriman ribuan
orang Rohingya ke negara lain atau tetap
tinggal di Arakan, tetapi berada di bawah pengawasan PBB. Jadi kelihatannya
etnis Rohingya masih belum bisa bernapas lega sampai beberapa
tahunmendatang.Muslim Rohingya berjumlah 20% dari total penduduk Myanmar yang
berjumlah 55 juta jiwa. Mereka menempati provinsi Arakan. Provinsi ini
menjadi bagian dari negeriMuslim sejak abad ke-7 M di bawah kepemimpinan Harun
ar-Rasyid. Sepanjang tahun1430-1784 M, kaum Muslim memimpin negeri ini.
Tahun-tahun setelahnya, raja Burmamenduduki wilayah Arakan. Sejak saat itulah
bumi Arakan yang damai berubah menjadimencekam. Pembunuhan-pembunuhan terhadap
Muslim Rohingya dilakukan, harta bendakaum Muslim dihancurkan dan mereka
dikirim ke penjara-penjara.Pada tahun 1842 M, Inggris menduduki wilayah ini dan
memasukkan Arakan di bawah negara persemakmuran Inggris-India. Pada tahun
1937 M Inggris menggabungkankembali Arakan dengan negeri Budha. Supaya Muslim
terkuasai, umat Budha diprovokasiuntuk menindas Muslim Rohingya. Pada tahun
itu, Inggris mempersenjatai Budha. Tahun1942 penyerangan-pernyerangan terhadap
Muslim Rohingya dilakukan kembali.Tahun 1948 Burma merdeka dan Arakan dengan
Muslim Rohingyanya tetapmenjadi bagian dari negaranya. Tahun 1962 Burma
dikuasai oleh Junta Militer yangcondong pada komunis China-Rusia. Junta Militer
berambisi menghabisi MuslimRohingya. Tiga ratus ribu Muslim Rohingya diusir ke
Bangladesh. Sedangkan tahun 1978lebih dari setengah juta Muslim Rohingya
kembali diusir dari Burma.Sebenarnya, pernyataan mereka bukan etnis asli Myanmar
sebagai legitimasidilakukannya penindasan terhadapnya adalah tidak masuk akal.
Itu tidak lain hanyalah permainan opini dengan menyelipkan kebenaran
fakta. Rohingya bukan bagian dari etnisBurma adalah benar, tetapi Rohingya
bukan bagian dari negara Myanmar adalah salahtotal. Karena mereka sudah
menempati wilayah yang menjadi bagian dari Myanmar jauhhari sebelum Myanmar
merdeka. Lantas, mengapa penindasan terhadap Rohingya ini terus berlanjut
di bawah bayang-bayang ketidakrasionalan tindakan?.
Faktor Penyebab Konflik Rohingya
Berikut ini adalah faktor-faktor kronologis penyebab
konflik Rohingya dari suratkabar Myanmar dan dari beberapa media internasional.
Surat kabar The New Light of Myanmar edisi 4 Juni 2012 2, melaporkan satu
berita mengenai pemerkosaan dan pembunuhan seorang
gadis oleh tiga orang pemuda:
Konflik Tak Seimbang Etnis
Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar
Pertama,
pada tanggal 4 Juni, terjadi insiden pemerkosaan dan pembunuhan,
dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma
Thida Htwe,seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari
perkampunganThabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh
orang tak dikenal.Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di
samping jalan menujuKyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 17:15.Kasus
tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U WinMaung,
saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum AcaraPidana
pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian
distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi
untuk pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet
Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk
(Bengali/Muslim) dan Khochi binAkwechay (Bengali/ Muslim).Penyelidikan
menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-harikorban yang
pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit.
Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk
menikahiseorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang
dipakai korban.Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon alba
dekat tempatkejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan
berjalan sendirian,ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan.
Korban lalu diperkosa danditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan
emas termasuk kalung emas yangdikenakan korban.Untuk menghindari kerusuhan
rasial dan ancaman warga desa kepada paratersangka, aparat kepolisian setempat
bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ketahanan Kyaukpyu pada
tanggal 30 Mei pukul 10.15. Pada pukul 13:20 hari yang sama,sekitar 100 warga
dari Rakhine Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw danmenuntut agar tiga
orang pelaku pembunuh diserahkan kepada mereka namun dijelaskanoleh pihak
kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke tahanan. Massa yang
mendatangikepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk kantor polisi.
Polisi terpaksaharus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan mereka. Pada
pukul 13:50 100warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor polisi
menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan diikuti
oleh pihak kepolisianuntuk mencegah terjadi keributan. Pukul 16.00, para
pejabat tingkat Kota menerima dan kelihatannya etnis Rohingya masih belum bisa
bernapas lega sampai beberapa tahunmendatang.Muslim Rohingya berjumlah 20% dari
total penduduk Myanmar yang berjumlah 55 juta jiwa. Mereka menempati
provinsi Arakan. Provinsi ini menjadi bagian dari negeriMuslim sejak abad ke-7
M di bawah kepemimpinan Harun ar-Rasyid. Sepanjang tahun1430-1784 M, kaum
Muslim memimpin negeri ini. Tahun-tahun setelahnya, raja Burmamenduduki wilayah
Arakan. Sejak saat itulah bumi Arakan yang damai berubah menjadimencekam.
Pembunuhan-pembunuhan terhadap Muslim Rohingya dilakukan, harta bendakaum
Muslim dihancurkan dan mereka dikirim ke penjara-penjara.Pada tahun 1842 M,
Inggris menduduki wilayah ini dan memasukkan Arakan di bawah negara
persemakmuran Inggris-India. Pada tahun 1937 M Inggris menggabungkankembali
Arakan dengan negeri Budha. Supaya Muslim terkuasai, umat Budha
diprovokasiuntuk menindas Muslim Rohingya. Pada tahun itu, Inggris
mempersenjatai Budha. Tahun1942 penyerangan-pernyerangan terhadap Muslim
Rohingya dilakukan kembali.Tahun 1948 Burma merdeka dan Arakan dengan Muslim
Rohingyanya tetapmenjadi bagian dari negaranya. Tahun 1962 Burma dikuasai oleh
Junta Militer yangcondong pada komunis China-Rusia. Junta Militer berambisi
menghabisi MuslimRohingya. Tiga ratus ribu Muslim Rohingya diusir ke
Bangladesh. Sedangkan tahun 1978lebih dari setengah juta Muslim Rohingya
kembali diusir dari Burma.Sebenarnya, pernyataan mereka bukan etnis asli Myanmar
sebagai legitimasidilakukannya penindasan terhadapnya adalah tidak masuk akal.
Itu tidak lain hanyalah permainan opini dengan menyelipkan kebenaran
fakta. Rohingya bukan bagian dari etnisBurma adalah benar, tetapi Rohingya
bukan bagian dari negara Myanmar adalah salahtotal. Karena mereka sudah
menempati wilayah yang menjadi bagian dari Myanmar jauhhari sebelum Myanmar
merdeka. Lantas, mengapa penindasan terhadap Rohingya ini terus berlanjut
di bawah bayang-bayang ketidakrasionalan tindakan?.
Faktor Penyebab Konflik Rohingya
Berikut ini adalah faktor-faktor kronologis penyebab
konflik Rohingya dari suratkabar Myanmar dan dari beberapa media internasional.
Surat kabar The New Light of Myanmar edisi 4 Juni 2012 2, melaporkan satu
berita mengenai pemerkosaan dan pembunuhan seorang
gadis oleh tiga orang pemuda:
Konflik Tak
Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar
Pertama, pada tanggal 4 Juni, terjadi insiden
pemerkosaan dan pembunuhan, dalam perjalanan menuju rumah dari tempat
bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe,seorang gadis Buddha berumur 27
tahun, putri U Hla Tin, dari perkampunganThabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye,
ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal.Lokasi kejadian adalah di hutan
bakau dekat pohon alba di samping jalan menujuKyaukhtayan pada tanggal 28 Mei
2012 pukul 17:15.Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw
oleh U WinMaung, saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan
Hukum AcaraPidana pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala
kepolisian distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29
Mei pagi untuk pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu
Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk
(Bengali/Muslim) dan Khochi binAkwechay (Bengali/ Muslim).Penyelidikan
menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-harikorban yang
pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit.
Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk
menikahiseorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang
dipakai korban.Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon alba
dekat tempatkejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan
berjalan sendirian,ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan.
Korban lalu diperkosa danditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan
emas termasuk kalung emas yangdikenakan korban.Untuk menghindari kerusuhan
rasial dan ancaman warga desa kepada paratersangka, aparat kepolisian setempat
bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ketahanan Kyaukpyu pada
tanggal 30 Mei pukul 10.15. Pada pukul 13:20 hari yang sama,sekitar 100 warga
dari Rakhine Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw danmenuntut agar tiga
orang pelaku pembunuh diserahkan kepada mereka namun dijelaskanoleh pihak
kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke tahanan. Massa yang
mendatangikepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk kantor
polisi. Polisi terpaksaharus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan
mereka. Pada pukul 13:50 100warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan
kantor polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya
dengan diikuti oleh pihak kepolisianuntuk mencegah terjadi keributan. Pukul
16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan Kepentingan Barat
Ada kesamaan pandangan antara Aung San Suu Kyi
dan Barat, dalam hal iniAmerika Serikat dan sekutunya. Keduanya sama-sama
memperjuangkan HAM,Kebebasan, dan Demokrasi. Skenario pertama, kehadiran Aung
San Suu Kyi yang pernahmengenyam pendidikan di Oxford University ini adalah
agen Barat untuk menjalankanDemokrasisasi di Myanmar.Di tulisan ini, makna
Demokrasi hanya dibatasi dengan konteks berlakunyaDemokrasi di negara-negara
berkembang. Tidak akan disampaikan teori-teori Demokrasimenurut para filsuf
maupun ulama dunia. Nyatanya, Demokrasi di negara-negara
Konflik Tak Seimbang Etnis
Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar
berkembang tidak hanya implikasi dari antithesis
kediktatoran. Lebih dari itu, Demokrasiadalah wahana transaksi antar pemangku
kepentingan dalam wujud duduknya wakil-wakilrakyat di parlemen. Di tulisan ini
Demokrasi digambarkan dengan “
Lupunya proyek gak ?
Gw bawa duit
”. Setidaknya, itulah yang terjadi di Afganistan, Iraq
dan negara-negaralainnya setelah diktator mereka digulingkan, Demokrasi adalah
jalan bagi Barat untuk menguasai kekayaan alam yang ada di Myanmar.Agar
Demokratisasi Myanmar berjalan mulus, diktator Junta Militer harusdigulingkan.
Diperlukan kemampuan dan kekuatan rakyat untuk menggulingkan Junta.Jalan
lainnya adalah tekanan internasional terhadap Junta. Yaitu dengan
menjadikanRohingya sebagai potensi konflik. Sehingga nantinya Junta Militer
mendapat tekanan darimasyarakat internasional bahwa dirinya telah melakukan
pelanggaran HAM berat terhadapkonflik Rohingya. Kekuasaannya harus
disudahi.Itikat ini sudah dijalankan. Lanjutan dari isi laporan
Crisis in Arakan State
menyebutkan usulan-usulan yang bisa dilakukan
Barat, dalam hal ini Inggris. KepadaInggris mereka mengusulkan agar Inggris
memimpin dunia internasional untuk memastikan bahwa bantuan dapat
tersalurkan ke Muslim Rohingya, menghentikan pelanggaran hak asasi manusia
dan menangkap pelaku-pelakunya, seta membolehkanorang-orang Rohingya untuk
kembali ke rumahnya masing-masing. Inggris harusmemobilisasi masyarakat
Internasional
untuk menekan presiden Thein Sein.Kesimpulannya,
konflik Rohingya adalah skenario Barat untuk mendapatkan proyek- proyek
strategis Arakan dan Myanmar pada umumnya.
Skenario Kedua
Bantuan yang diberikan sejumlah negara di dunia
hanya berdampak sesaat. Masalah itu tetap muncul.
Islamophobia Kemungkinan Kuat Ada Dibalik Kasus
Rohingya ? Isu yang selalu dikumandangkan tentang minoritas Islam akan selalu
mengadakan perlawanan terhadap pemerintah serta adanya keterlibatan etnis
Rohingya dengan Al Qaeda dan adanya keterkaitan dengan Islam Moro di Philipina,
mungkin merupakan picu inspirasi dan bayang ketakutan bagi pemerintahan Myanmar
untuk menindas etnis Rohingya. Atau memang propaganda Islamophobia ini sengaja
dikembangkan pihak tertentu yang selalu melakukan konspirasi kepada pemerintah
Myanmar agar terjadi konflik yang bisa meluas dalam jangka panjang. Standar ganda
yang terlihat dari berbagai tokoh HAM dan kepala Negara dibawah pengaruh negara
paman Sam, memicu pula kecurigaan kita tentang pembiaran penindasan terhadap
etnis Rohingya yang beragama Islam. Seperti salah satu tokoh prodemokrasi dan
kemanusian (HAM) di Myanmar Aung San Suu Kyi justru mendukung tindakan biadab
yang terjadi di negaranya. Dia juga sebagai pemimpin National League for
Democracy (Persatuan Nasional untuk Demokrasi) dan dia juga sangat banyak
menerima penghargaan dari aneka lembaga serta organisasi tingkat dunia. Bahkan
Direktur Human Rights Watch untuk Asia, Brad Adams, juga menyesalkan sikap Aung
San Suu Kyi yang justru tidak mau berbicara soal Rohingya. Terutama saat dia
berkunjung ke London, Dublin, Paris, dan Oslo. "Suu Kyi telah melepaskan
peluang untuk membangkitkan isu mengenai HAM yang terjadi dinegaranya
sendiri," katanya. (voa-islam.com) Pernyataan berstandar ganda yang sangat
buram juga disampaikan Presiden SBY yang berbicara tentang Muslim Rohingya.
Setelah beberapa kalangan mendesak agar dirinya memberikan pernyataan pers
terhadap nasib kaum Muslimin etnis Rohingya di Myanmar, Sabtu (4/8/2012)
bertempat di kediaman pribadinya di Cikeas, Jawa Barat, Presiden SBY berbicara
persoalan yang menyita perhatian dunia tersebut. Dalam keterangan persnya, SBY
menyatakan "tak ada genosida (pembantaian massal) terhadap Muslim Rohingya
di Myanmar". Lanjutnya, "Sejauh ini tidak ada genosida,"
ujarnya. SBY menjelaskan, konflik yang terjadi di Myanmar tersebut serupa
dengan peristiwa yang pernah terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. (arrahmah.com).
SBY berani berkata demikian adalah setelah adanya reaksi dari AS tentang
Rohingya. 13455562641905325464 13455562641905325464 Islamophobia Di Amerika dan
Eropa. Ketakutan Yang Tidak Bedasar Serta Takut Kepada Bayangan Sendiri Serta
Melanggar HAM (time.com ; gawker.com) Menurut sumber (lensaindonesia.com),
Jusuf Kalla (JK) bersama tim PMI berhasil masuk ke lokasi pemukiman Muslim
Rohingya di Siwee kota Rakhine. Hal ini rupanya mengagetkan banyak
negera-negara Islam dunia dimana dari semua organisasi kemanusaan dunia selalu
gagal untuk menembus blokade Junta militer Myanmar. Ternyata JK dan PMI mampu
memberi keyakinan kepada pemerintah Myanmar sehingga menjadi misi kemanusiaan
pertama yang bisa diizinkan masuk kelokasi pemukiman. Kejadian ini juga
mencuatkan nama Indonesia menjadi negara pertama yang mengirimkan bantuan
kemanusiaan masuk ke Myanmar. Pernyataan ini disampaikan oleh Vice Chairman
Committee for ASEAN Youth Cooperation, KRT Abhiram Singh Yadav, Ahad (12/08/2012)
Keberhasilan JK ini, bisa dijadikan pijakan untuk menyelesaikan selanjutnya
permasalahan Rohingya ini. Hubungan diplomasi yang baik antara Indonesia dengan
Myanmar dan sesama anggota ASEAN dapat memposisikan Indonesia sebagai negara
pensolusi konflik. Apalagi Indonesia adalah merupakan negara berpenduduk Islam
terbesar didunia serta juga sebagai negara yang telah sukses menjalankan
demokrasi dan termasuk ketiga didunia. Atas dasar inilah Indonesia dapat
melakukan upaya pensolusi permasalahan Rohingya di Myanmar dan dipastikan
pemerintah Junta Militer Myanmar akan menerimanya tentu disertai dengan
kemampuan tekanan dari dunia Internasional. Permasalahan Rohingya Juga Sempat
Meresahkan Masyarakat Buddha Indonesia. Apabila permasalahan Rohingya tidak
cepat ditangani oleh Pemerintah Indonesia, akan dipastikan menjadi picu yang
bisa membuat konflik horizontal antar agama Buddha dengan agama Islam di
Indonesia. Gejala konflik itu sudah sangat terlihat ketika Pemerintah Daerah
Aceh meminta penutupan seluruh Vihara Budha di Banda Aceh. Hal ini dilakukan
oleh pemerintah daerah Aceh karena tidak adanya protes keras dan cepat dari
komunitas Buddha di Indonesia terhadap kasus Rohingya ini.
Dream - Arus ratusan pengungsi etnis muslim Rohingya yang diselamatkan nelayan Aceh membuktikan, persoalan lama Myanmar belum usai. Bantuan dari berbagai negara dan lembaga non-pemerintah selama ini dianggap hanya berdampak sesaat.
Dream - Arus ratusan pengungsi etnis muslim Rohingya yang diselamatkan nelayan Aceh membuktikan, persoalan lama Myanmar belum usai. Bantuan dari berbagai negara dan lembaga non-pemerintah selama ini dianggap hanya berdampak sesaat.
“ Lobi-lobi dan bantuan yang diberikan banyak negara
untuk etnis Rohingya itu gagal. Sebab, upaya yang diakukan pemerintah beberapa
negara itu tidak menyelesaikan akar masalah,” tegas Ketua Burma Task Force
Adnin Armas dalam jumpa pers pembentukan Komite Nasional Solidaritas Rohingya
(KNSR), di Jakarta, Selasa, 19 Mei 2015.
Menurut Adnin, selama ini pemerintah negara-negara di
dunia, termasuk Indonesia hanya memberikan bantuan pangan, pakaian, sumbangan
uang atau pendidikan untuk warga Rohingya. Namun akar permasalahan tak pernah
sanggup disentuh.
" Akar masalah mereka adalah rezim militer
Myanmar tidak mau mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara," kata
Adnin. " Selama rezim militer tidak mengakui mereka sebagai warga negara,
maka selamanya pula Rohingya akan menderita."
Adnin menegaskan, satu-satunya jalan yang bisa
menyelamatkan Rohingya adalah menekan pemerintah Myanmar mengakui etnis ini
sebagai warga negara dan manusia seutuhnya.
" Tanpa ada tekanan, masalah ini tak akan
selesai," tegasnya.
Adnin mengatakan, beberapa negara Eropa serta Amerika
Serikat sudah menunjukkan sikap penolakan terhadap tindak pelanggaran HAM yang
terjadi di Myanmar, dengan mencabut investasi ekonominya di sana. Hal ini
bertolak belakang dengan kebijakan yang dibuat Indonesia.
“ Investasi ekonomi Indonesia di Myanmar sangat besar,
artinya kita sebenarnya ikut berbahagia atas penderitaan warga etnis Rohingya,”
ujar Adnin.
Pemerintah Indonesia, tambah Adnin, semestinya dapat
bersikap lebih tegas untuk menekan rezim militer Myanmar. Baginya nilai
investasi ekonomi yang besar itu bisa dijadikan senjata untuk mendorong Myanmar
untuk mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya dan menghentikan pembantaian
terhadap mereka.
Selain itu, menurut Dosen UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Fitria, Indonesia juga tidak bisa melepas tanggung jawabnya terhadap
para pengungsi Rohingya yang sudah tiba di Aceh. Sebab, mereka tak punya pilihan
kecuali berasimilasi dengan warga setempat. Namun, tanpa pengakuan
kewarganegaraan, tentu saja mereka akan kembali menderita.
“ Indonesia tidak punya payung hukum untuk melindungi
para pengungsi,” katanya. Sehingga, jika mereka tetap tinggal di Aceh pun para
pengungsi Rohingya akan tetap menjadi warga stateless yang tidak akan mendapat
perlindungan dan akses terhadap hak sebagai warga negara.
KESIMPULAN
Permasalahan yang dialami oleh
etnis Rohingnya bukanlah masalah yang akan terselesaikan hanya dalam waktu
singkat. Melihat histori permasalahan, sudah lama seklai permalahan ini terjadi
dan terlihat tidak ada jalan keluarnya. Kekerasan yang dialami dan dirasakan
oleh etnis Rohingnya seperti kebijakan “Burmanisasi” dan “Budhanisasi” yang
mengeluarkan dan memarjinalkan warga Muslim Rohingya di tanahnya sendiri di
Arakan, etnis Rohingya mengalami intoleransi karena mereka muslim dan identitas
etnis dan ciri-ciri fisik dan bahasa mereka dianggap berbeda dengan mainstream,
rezim militer Thein Sein yang kini berkuasa juga menolak memberikan
kewarganegaraan Myanmar pada Rohingya, etnis Rohingya hanya ingin diakui sebagai
bagian dari warganegara Myanmar yang berhak untuk hidup bebas dari rasa takut
dan kemiskinan, serta kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity)
yang dialami oleh etnis Rohingya antara lain: pembunuhan massal dan
sewenang-wenang, pemerkosaan, penyiksaan, penyitaan tanah dan bangunan, kerja
paksa dan perbudakan, relokasi secara paksa, dan pemerasan. Kekerasan-kekerasan
tersebut terjadi tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga terhadap anak-anak
yang tentunya menimbulkan dampak psikis yang negatif dan trauma berat.
Keadaan yang terus semakin sulit
dan tidak adanya keberpihakan terhadap etnis Rohingnya menjadikan etnis
Rohingnya dalam situasi yang tidak tertolong dan terlumpuhkan. Etnis Rohingya
tidak memiliki ‘teman’ dan tak terlindungi di dalam maupun di luar negara
Myanmar. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa
pun tidak berbuat banyak terhadap masalah ini. Negara-negara tersebut terlalu
percaya kepada Myanmar untuk mengatasi dan menyelesaikan krisis etnis Rohingnya
ini. Padahal, hukum Internasional telah mengatur terhadap kelompok minoritas.
Namun, dalam permasalahan dan kasus yang dialami oleh etnis Rohingnya ini hukum
HAM Internasional seperti tidak berlaku.
Permasalahan etnis Rohingnya
harus segera diselesaikan dan diberikan jalan keluar agar tidak ada lagi
jatuhnya korban jiwa dan keadilan pun dapat ditegakan. Beberapa solusi yang
dapat diajukan sebagai solusi dari permasalahan ini di antarnya: mendesak
Pemerintah Myanmar untuk menghentikan pembantaian, kekerasan, dan kejahatan
lainnya terhadap muslim Rohingya serta mengakui etnis Rohingnya sebagai warna
Negara Myanmar, menjunjung tinggi toleransi, universal, dan keberagaman etnis
di Negara Myanmar, dan mendesak PBB untuk segera melakukan intervensi
kemanusiaan ke Arakan untuk mencegah lahirnya pembunuhan baru, kekerasan,
kerusakan dan perkosaan demi pemeliharaan kedamaian dan keamanan di Myanmar
khusunya dan di dunia pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA